Apakah Anda merasa sebagai orang Simalungun?
Seminar Kebudayaan Simalungun se-Indonesia (Pertama) pada tahun 1964 merumuskan bahwa :
"Marga Simalungun ialah mereka yang merasa dirinya Simalungun dan melakukan kebudayaan Simalungun sebagai kebiasaan hidupnya".
Jadi, sekalipun kita menyandang marga Simalungun sejak lahir sampai mati, itu tidak membuktikan bahwa kita adalah orang Simalungun.
Seminar Kebudayaan Simalungun se-Indonesia (Pertama) pada tahun 1964 merumuskan bahwa :
"Marga Simalungun ialah mereka yang merasa dirinya Simalungun dan melakukan kebudayaan Simalungun sebagai kebiasaan hidupnya".
Jadi, sekalipun kita menyandang marga Simalungun sejak lahir sampai mati, itu tidak membuktikan bahwa kita adalah orang Simalungun.
Tetapi, bagaimanakah kebiasaan hidup orang Simalungun itu?
Saya merasa tidak ada seorangpun dari kita yang bisa menjawabnya dengan tepat.
Seorang mahasiswa Antropologi bisa saja menyusun kerangka etnografi sebagaimana yang dia peroleh dari bangku kuliah. Akan tetapi bila kerangka etnografi itu yang dijadikan jawaban untuk pertanyaan tersebut, maka saya atau mungkin juga Anda akan menentang. Sebab, dalam kerangka etnografi itu akan ditemukan kalimat yang kurang lebih berbunyi seperti ini:
"Masyarakat suku Simalungun tinggal di rumah-rumah besar yang disebut "jabu" dan setiap rumah dihuni oleh setidak-tidaknya empat keluarga...." dan "....sejalan dengan agama "Sipelebegu" yang mereka anut, pada malam bulan purnama masyarakat suku Simalungun biasanya kerap mengadakan upacara-upacara keagamaan berupa pemberian sesajen kepada batu-batu besar atau pohon-pohon besar, sebagai penghormatan kepada roh-roh gaib penguasa alam semesta yang mereka yakini tinggal di batu-batu dan pohon-pohon besar tersebut...."
Saya tidak tinggal di rumah seperti itu. Bahkan Ompung saya pun tidak sempat merasakan hal itu. Saya juga tidak pernah melihat apalagi melakukan upacara-upacara penyembahan batu-batu besar atau pohon-pohon besar seperti itu. Saya yakin Anda juga tidak.
Nah, apakah si-mahasiswa yang menyusun kerangka etnografi tersebut berhak mengatakan saya bukan orang Simalungun? Saya rasa jawaban kita sama. Tidak! Akan tetapi kalau kita mengatakan diri kita orang Simalungun, sekalipun kita tidak melakukan kebudayaan Simalungun sebagai kebiasaan hidup kita, itu berarti kita meremehkan orang-orang tua suku Simalungun yang ikut serta dalam Seminar Kebudayaan Simalungun tahun 1964 itu. Itu adalah dosa, tidak menghormati orang tua.
Lalu bagaimana?
Mungkin Anda akan mengatakan: "Memangnya apa untungnya jadi orang Simalungun?"
Bila Anda mengatakan seperti itu, sementara Anda tahu bahwa sebenarnya Anda sendiri atau salah satu orang tua atau kakek/nenek Anda berasal dari daerah Simalungun, saya rasa Anda kurang benar juga. Karena dengan begitu Anda telah memutuskan secara sepihak hubungan Anda dengan sepupu-sepupu dan keponakan-keponakan Anda yang tinggal di daerah Simalungun, sementara mereka masih menganggap Anda sebagai bagian dari diri mereka dan bahkan mungkin beberapa diantara mereka seringkali memimpikan Anda pulang untuk membantu mereka keluar dari keterbelakangan mereka.Bukankah itu suatu penghianatan?
Penghianatan Anda kepada mereka?
Nah, bila Anda punya ide atau apapun yang bisa membantu orang-orang Simalungun, khususnya yang tinggal di daerah Simalungun, untuk meraih kemajuan seperti yang telah Anda rasakan, mari bersama-sama melakukannya. Home page ini terbuka untuk Anda.
Horas! Horas! Horas ma banta haganupan!
sumber : http://www.geocities.com/Simalungun_00/
Saya merasa tidak ada seorangpun dari kita yang bisa menjawabnya dengan tepat.
Seorang mahasiswa Antropologi bisa saja menyusun kerangka etnografi sebagaimana yang dia peroleh dari bangku kuliah. Akan tetapi bila kerangka etnografi itu yang dijadikan jawaban untuk pertanyaan tersebut, maka saya atau mungkin juga Anda akan menentang. Sebab, dalam kerangka etnografi itu akan ditemukan kalimat yang kurang lebih berbunyi seperti ini:
"Masyarakat suku Simalungun tinggal di rumah-rumah besar yang disebut "jabu" dan setiap rumah dihuni oleh setidak-tidaknya empat keluarga...." dan "....sejalan dengan agama "Sipelebegu" yang mereka anut, pada malam bulan purnama masyarakat suku Simalungun biasanya kerap mengadakan upacara-upacara keagamaan berupa pemberian sesajen kepada batu-batu besar atau pohon-pohon besar, sebagai penghormatan kepada roh-roh gaib penguasa alam semesta yang mereka yakini tinggal di batu-batu dan pohon-pohon besar tersebut...."
Saya tidak tinggal di rumah seperti itu. Bahkan Ompung saya pun tidak sempat merasakan hal itu. Saya juga tidak pernah melihat apalagi melakukan upacara-upacara penyembahan batu-batu besar atau pohon-pohon besar seperti itu. Saya yakin Anda juga tidak.
Nah, apakah si-mahasiswa yang menyusun kerangka etnografi tersebut berhak mengatakan saya bukan orang Simalungun? Saya rasa jawaban kita sama. Tidak! Akan tetapi kalau kita mengatakan diri kita orang Simalungun, sekalipun kita tidak melakukan kebudayaan Simalungun sebagai kebiasaan hidup kita, itu berarti kita meremehkan orang-orang tua suku Simalungun yang ikut serta dalam Seminar Kebudayaan Simalungun tahun 1964 itu. Itu adalah dosa, tidak menghormati orang tua.
Lalu bagaimana?
Mungkin Anda akan mengatakan: "Memangnya apa untungnya jadi orang Simalungun?"
Bila Anda mengatakan seperti itu, sementara Anda tahu bahwa sebenarnya Anda sendiri atau salah satu orang tua atau kakek/nenek Anda berasal dari daerah Simalungun, saya rasa Anda kurang benar juga. Karena dengan begitu Anda telah memutuskan secara sepihak hubungan Anda dengan sepupu-sepupu dan keponakan-keponakan Anda yang tinggal di daerah Simalungun, sementara mereka masih menganggap Anda sebagai bagian dari diri mereka dan bahkan mungkin beberapa diantara mereka seringkali memimpikan Anda pulang untuk membantu mereka keluar dari keterbelakangan mereka.Bukankah itu suatu penghianatan?
Penghianatan Anda kepada mereka?
Nah, bila Anda punya ide atau apapun yang bisa membantu orang-orang Simalungun, khususnya yang tinggal di daerah Simalungun, untuk meraih kemajuan seperti yang telah Anda rasakan, mari bersama-sama melakukannya. Home page ini terbuka untuk Anda.
Horas! Horas! Horas ma banta haganupan!
sumber : http://www.geocities.com/Simalungun_00/
Comments :
Post a Comment